Kamis, 08 Januari 2009

Dunia

Netralisasi dan Perdamaian untuk Palestina dan Dunia

Oleh: Itsnani Mardlotillah)*

Bagai kehilangan akal Israel kembali melancarakan serangan kepada bumi Palestina tanpa belas kasihan. Korban-korban tidak berdosa kembali bersatuhan. Mengindikasikan pula pekerjaan baru bagi para peace makers untuk kembali menciptakan ramuan penawar untuk kembali meredam peradangan tersebut.

Tidak tanggung-tanggung pengeboman ditujukan pada satu-satunua akses penyaluran pangan, sandang dan barang-barang bantuan di jalur gaza dirusak mengakibatkan kedaan lebih buruk lagi dengan dengan semakin terisolasinya kawasan gaza yang notabene merupakan basis kekuatan Hamas yang merupakan kelompok yang kini menguasai persepsi masyarakat Palestina semakin terisolasi. Semakin buruk lagi keadaan kedua negeri panas ini.

Tidak dapat dapat lagi kita tega melihat tumbangnya korban-korban tidak berdosa di tanah palestina. Konflik yang berkepanjangan antar kedupa begeri religius ini telah banyak meninggalkan luka yang amat mendalam. Tidak hanya luka ragawi, namun luka batin menjadi sisi luka yang susah dihapus dan terus dibawa di tengah perjalanan kedua belah pihak sebagai negeri dan warga dunia secara luas.

Sebagai salah satu anggota waraga dunia dan juga sebagai bangsa, baik Palestina maupun Israel membutuhkan adanya kenyamanan. Dalam hal ini asa untuk keamanan baik sosial ekonomi, politik hingga militer untuk menciptakan stabilitas nasionalnya.

Sementaa gejolak terjadi di tengah hubungan kedua negara tersebut, kelompok Al-fattah dan Hamas tidak henti-hentinya memperdebatkan masa depan negara mereka ke depan seakan tiada titik temu di antara mereka. Bukan lagi masalah bilateral saja di saat ini. Konflik dalam tubuh masing-masing negara pun menunjukan adanya pergolatan panas di dalamnya.

Negeri Palestina mungkin dapat menjadi negeri paling berdarah di tahun ini. Momen dua pergantian tahun baik hijriah dan masehi tidak membuat kedua belah pihak menentukan sikap yang lebih baik ke mana akan dibawa permasalahan ini di masa yang akan datang. Mulai dari gencatan senjata hingga internasionalisasi wilayah sengketa telah diupayakan namun tidak kunjung menciptakan perdamain yang diinginkan

Sebagai negara yang saling memperebutkan wilayah, sangatlah mungkin tragedi berdarah tanpa ujung terjadi. Hal ini disebabkan karena, wilayah menjadi salah satu syarat berdirinya suatu negara, layaknya bangsa kita di masa tiga setengah abad yang amat melelahkan dan amat berurai tangis darah.

Adanya hal yang tidak dapat dipisahkan seperti religiusitas dan historis, menjadikan konflik kedua belah pihak selalu dihubungkan dengan isu SARA. Hal ini dikarenakan secara historis, Palestina adalah negara yang dijuluki dengan bumi bangsa arya yang notabene sebagaian besar memeluk Islam sebagai agama dan Israel yang dipandang sebgai bumi kaum yahudi.

Ironisnya kita tak pernah melirik hal terkecil mengenai persamaan rasa kemanusian diantara kedua belah pihak. Konflik ini tidak akan membaik hingga terjadi pemahaman yang lebih dewasa dalam memaknai kesusahan dunia ini.

Tidak dapat dipungkiri bahwa permasalahan antar kedua negara ini telah banyak mengundang perhatian masyarakat dunia dan membakar emosi di sekelompok atau segolongan manusia. Mereka pula membawa agenda setting masing-masing dan pandangan masing-masing yang kerap kali tidak dapat tanggapan berupa pertemuan pada satu titik kesepakatan diantara keduanya. Munculah pertanyaan manakah penawar yang manjur untuk menyelesaikan permasalhan ini?

Netralitas

Hal yang yang paling menggelikan adalah ketika AS dan PBB ketika mereka ditunjuk sebagai juru adil diantara kedua belah pihak, tidak pintar dalam menempatkan diri dalam penyelesaian konfik di kedua negeri panas ini. Amerika yang cenderung mengndalikan segala kputusan PBB dalam membentuk suatu konsensus bersama dipandang dunia terlalu berpihak pada Israel.

Terlepas dari originitas masing-masing pihak. Ketika dimana penyelesaian permasalahan dibebankan kepada salah satu pihak yang berwarna, menjadi alasan untuk memihak pada salah satu pihak adalah hal yang tidak baik saat ini. Netralitas menjadi harga mati bagi sang juru adil nantinya.

Berbagai perundingan yang telah dilaksanakan menjadi lorong sempit bagi keduanya. Sehingga tidak ada pilihan lain untuk memungkiri kembali isi resolusi yang telah dicanagkan bersama. Ketidakberdayaan perundingan ini dapat mengindikasikan ketidakefektifan PBB sebagai arbritator, atau maupun kelompok-kelompok kepentingan dalam tubuh negara itu sendiri yang tidak becus dalam membahas masa depan negera mereka masing-masing tanpa merugikan kedua belah pihak.

Hasil sepeti pensterilan kawasan sengketa seperti Yerusallem Timur, telah diterilkan sebagai kawasan milik internasional tidak menjadi akhir cerita berdarah, dalam buku abad ini. Telah menjadi masalah yang amat berkarat sehingga susah sekali menemukan titik yang dapat memberikan posisi yang nyaman di antara keduanya sehingga luka ini segera tertutup.

Trobosan Perdamaian

Bukanlah menjadi kesalahan pada salah satu pihak saja berkenaan tidak kunjung tersesaikannya masalah hubungan bilateral ini. Permasalahan yang sengaja disamarkan berkenaan sebagai sebab musabab dari konflik berkepnajngan ini.

Hal penyebab yang terjadi adalah isu-isu berkenaan dengan SARA yang kini banyak di angkat terutama di negara kita. Sebagi negara yang memiliki warga muslim menjadi alsan kita untuk mendukung para pejuang Palestina. Padahal hal SARA tersebut bukanlah satu-satunya penyebab konflik berkepanjangan ini.

Keberpihakan AS sebagai salah satu penyelesai konflik tersebut yang menjadi hal yang memang mencengangkan sekaligus menggelikan. Ketidaknetralan sang adidaya menjadi hal sangat disayangkan. Apalagi ketika terbukti terjadi bantuan properti peperangan Israel yang notabene merupakan milik AS.

Keterbuktian tersebut tidak kunjung memberikan efek jera kepada AS. Dengan dalih pelangaran yang dilakukan salah satu pihak menjadi alasan untuk dia menindas salah satu pihak.

Perdamain menjadi harga mati yang harus diterima kesemua pihak. Tidak menjadi hal yang sulit apabila masing masing pihak mengedepankan kepntingan bersama dan terlebih lagi kepentingan dunia. Hal ini layak dibebankan kepada mereka. Hal ini dikarena keributan yang mereka lakukan telah merugikan dunia di segala aspek. Baik ekonomi, sosbud, maupun politik Internasional

Terlepas dari semuanya, bukanlah hal yang bijak apabila kita hanya melihat salah satu sisi tersebut. kedaulatan dan pengakuan sebenarnya menjadi masalah amat mendasar dari kedua belah pihak. Menjadi tawaran akhir dan satu-satunya untuk perdamain antar kedua belah pihak yang bertikai dan untuk pengaruh perdamain dunia yang lebih luas.

Kekerasan hanya alat untuk menunjukan kekuatan kebrutalan suatu negara. Tidaklah suatu kewibawaan sebagai negara yang ingin mengharapkan kedaulatan sebagai negara sepenuhnya. Kesimpangan siuran mereka sebagi negara seutuhnya, tentunya menjadikan pacuan mereka untuk menjadi lebih dewasa dan bijak dalam melihat permasalahan antar kedua belah pihak dan berusaha untuk menyelesaikan dengan kepala dingin.

Sudah saatnya kita lebih dewasa dalam melihat hal ini bukan lagi menjadi borok lokal namun menjadi borok dunia yang harus kita selesaikan. Bukan lagi dengan otot namun menggunkan jalur negosiasi yang cendurung menggunakan akal fikiran yang telah Tuhan berikan kepada kita sebgai insan bumi ini. Netralias tentunya menjadi harga mati untuk perdamain kedua negeri ini dan perdamaian dunia yang lebih kekal.

)* Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Publik

FISIP-Undip Angkatan 2007

Anggota HMI Komisariat FISIP-Undip

http://www.tsanny-area.blogspot.com

Tidak ada komentar: