Senin, 05 Januari 2009

BBM

Saat Harga Bahan Bakar Meluncur

Oleh: Itsnani Mardlotillah)*


Detik-detik akhir dekade pemerintahan saat ini agaknya banyak kebijakan pemerintah yang dikeluarkan demi kelancaran kegiatan masyarakat. Mulai dari kebijakan kenaikan harga BBM, hingga akhirnya seiring waktu bergulir BBM malah bergulir menurun dari harga sebelumnya. Sebagai salah satu barang vital yang banyak digunakan di tengah masyarakat, sepahit ataupun semanis suatu kebijakan yang berkaitan dengan bahan bakar ini akan berdampak banyak pada kegiatan atau roda kehidupan masyarakat secara luas.

Tidak hanya pemerintah yang kebakaran jenggot saat terjadi elevasi harga bahan bakar minyak yang akhirnya berdampak pada kenaikan harga sembako maupun kebutuhan yang lain, masing-masing keluarga pun mulai memutar pikran agar dengan penghasilan yang ada dapat mempertahankan asap di dapur mereka. Dengan efek bola salju yang ditawarkan kebijakan saat itu, tentunya telah banyak menyita perhatian public secara luas. Demonstrasi yang dilakukan oleh elemen mahasiswa atupun masyarakat perihal masalah tersebut telah menjadi pemandangan sehari-hari ditengah masyarakat maupun berbagai mass media.

Eeuforia kebijakan naiknya harga BBM yang telah bayak memberi hikmah pada kita sebagai bangsa yang bercita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat secara luas. Apabila kita menengok ke belakang perihal terjadinya kebijakan tersebut tentunya kita tahu bahwa perilaku kita sendiri yang mengakibatkan adanya kebijakan tersebut. Konsumerisme yang tidak lagi terbendung, membuat kita tidak dapat melihat dan mendengar apa yang seharusnya kita dengar namun semua hanya kembali pada keinginan dan kepentingan masing-masing.

Suatu polemik tersendiri ketika pemerintah diposisikan sebagai ‘ratu adil kesiangan’ yang dituntut untuk memberikan kebijakan seadil-adilnya kepada masyarakat Indonesia yang notabene memiliki keberagaman yang amat kompleks. Namun dalam koridor peta ekonomi politik negara ini pemerintah memiliki hutang yang harus dibayar atas penawaran program yang telah diutarakannya kepada rakyat disaat mereka ada sebagai ‘calon’ wakil rakyat. Secara normatif pemerintah sebagai ratu ‘tunggal’ yang berkewajiban melayani rakyatnya dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat.

Seiring dengan pergulatan waktu kini pejalanan harga bahan bakar minyak lebih berpihak kurang lebih pada masyarakat. Dengan turunnya haraga minyak mentah dunia hingga lebih dari 50%, harapan – harapan mengenai perbaikan prekonomian kerakyatan secara khusus maupun kehidupan ekonimia secara umum mulai bermunculan di berbagai kalangan. Isu penurunan barang kebutuhan pokok masyarakat menjadi harapan kebijakan yang akan dikelurkannya selanjutnya.

Namun sebelum dikeluarkanya kebijakan tersebut maka kita harus memberikan ruang yang luas bagi evaluasi dan analisa mendalam pada kebijakan yang telah berlalu dengan kebijakan yang akan datang. Begitu pentingnya barang ini bagi kehidupan masyarakat pemerintah tidak dapat ditolelir lagi, dalam menentukan kebijakan yang instant dan tidak berketimbangan.

Traumatis

Seperti terdapat rasa traumatik dalam penetapan kebijakan pemerintah sebelumnya, pemerintah menurunkan harga bahan bakar dengan sebagai tanggapan dari penurunan harga minyak mentah dunia yang kerap mengalami depresi. Pergolakan masyarakat dalam menghadapi suatu kebijakan pemerintah belum terlalu umum sehingga sering kebijakan yang dikeluarkan, menjadi bahan pihak yang dirugikan sebagai alat untuk merobohkan kebijakan yang ada. Ironisnya tumbangnya kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan keaibannya di sisi kelompok lain.

Masyarakat yang sudah sedemikian terbiasa dengan harga bahan bakar minyak yang relatif tinggi, sedangkan para kelompok pengusaha penyedia barang konsumsi telah banyak menikmati adanya kenaikan harga permata hitam tersebut. Kenaikan permanen yang pernah kita lakukan sebelum mencuatnya harga permata hitam ini di permukaan publik akhir-akhir ini. Seperti yang telah sebelumnya

Kebijakan penurunan harga bahan bakar minyak tak ayal seperti kebijakan sebelumnya, ditujukan bagi kemaslahatan hayalak luas. Tidak dapat kita pungkiri pula, kebijakan ini bukan berarti bebas dari pertimbangan – pertimbangan. Sebagai salah satu komoditi yang cukup vital sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk mendiskusikan kebijakan ini lebih seksama sebelum dilontarkan di tengah masyarakat.

Namun ada yang terlewat di atas meja perundingan kebijakan ini. Hal tersebut adalah pengaruh demam kebijakan penurunan harga bahan bakar bagi para pelaku usaha. Baik penawar jasa aupun baeang konsumsi. Dengan keuntungan pemasangan tarif tinggi di sela kenaikan harga BBM sebelumnya menjadi alasan mereka untuk berat dalam melepaskan kondisi tersebut.

Industri yang banyak menggunakan alat produksi berbahan bakar minyak ini ternyata belum kunjung untuk menurunkan tarif mereka dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat. Jasa transportasi yang merupakan jasa vital bagi distribusi barang konsumsi masyarakat belum pula menurunkan tarif mereka sehingga mengimplikasikan masih tingginya harga barang konsumsi di pasaran. Sehingga munculah pertanyaan tentang arah kebijakan penurunan harga BBM sesungguhnya.

Perlu adanya pehitungan yang pasti dalam memperhitungkan bagaimana nasib dari kebijkan ini saat ada di tengah masyarakat. Hal ini penting agar kebijakan ini tidak hanya teronggok hanya sebagai produk politik yang tidak berfaedah bagi masyarakat secara luas. Denyut perpolitikan pemilu 2009 yang mulai terasa jangan sampai menjadi alasan bagi para kelompok kepentingan di badan legislatif untuk sekedar memberikan kebijakan yang hanya cenderung memanjakan masyarakat.

Komunikasi secara berkesinambungan antara pemerintah dan para pelaku usaha menjadi salah satu solusi yang dapat mengobati kecacatan kebijakan ini agar tidak lebih buruk lagi. Koedinasi mengani implemetasi kebijakan ini lebih lanjut bagai mana efek yang ditinggalkan perihal penerapan kebijkan ini maupaun faedahnya bagi masyarakt secara luas.

)* Mahasiswa FISIP UNDIP Jurusan Administasi Publik Angkatan 2007

Anggota Administrator Muda Indonesia


Tidak ada komentar: