Senin, 22 Desember 2008

Kampus

Pemimpin Fantasi

Oleh: Itsnani Mardlotillah)*

Genderang dan tabuhan-tabuhan politik telah dibunyikan sebagai tanda bahwa arena peperangan intelek-intelek muda di ranah perpolitikan kampus dimulai. Segala daya intelektualita muda dalam segi pemikiran dan kontribusinya dalam menghidupkan dunia perpolitikan kampus mulai diuji saat ini.

Ada yang menganggap hal tesebut sebagai gerendang oknum profokator kampus yang sengaja membuat lingkungan kampus menjadi memanas dan memilih meninggalkan arena sebagai bentuk ketidakacuhan terdapat apa yang kita sebut dengan miniatur arena politik negara sebenarnya dengan kebanggaannya mendapatkan label sebagai mahasisiwa apatis. Namun, ada segelintir para aktor pepolitikan kampus yang sering disebut dengan mahasiswa organisatoris melibatkan diri dalam peperangan dan mulai melancarkan manuver-manuver politik demi menjadi orang yang memiliki dominasi di lingkungan kampus.

Sebuah lingkungan para penerus pemegang tonggak kekuasaaan tetinggi negeri ini, tentunya kita mengtahui mana yang seharusnya sikap yang layak kita ambil dan mengaplikasikannya dalam sebuah tindakan-tindakan yang produktif. Pergerakan mahasiswa yang diindentikan pada aksi turun ke jalan dan efuoria kekuasaan sesaat yang saya sebut dengan pemimpin fantasi.

Layaknya para idol yang sedang berkompetisi mengumbar keahliannya dalam bidang yang mereka geluti, para mahasiswa sebagai roda perpolitikan kampus sebenarnya memperebutkan singgasana tertinggi melalui berbagai cara agar polling suara mereka dapat mengalahkan rival-rival politiknya. Namun sayangnya, denyut demokratisasi kampus tesebut seperti layaknya para idol yang seakan mereka memiliki misi dan visi dalam dunianya dan organisasinya, akan tetapi dalam prakteknya mendapatkan nilai nol besar sebagai predikat para oknum pitik kampus yang hanya mengumbar janji-janji manis namun tak pernah dalam masa kepemimpinannya tergambarkan segala misi dan visi yang identik dengan idealisme kampus mereka lakukan.

Dalam kompetisi pun intrik-intrik pun tak jarang dilakukan oleh oknum kampus baik dalam bentuk yang paling tepuji maupun dalam cara yang paling terhina. Tak jarang para politisi kampus menggerakan semua roda dalam kehidupan kampus dengan cara yang kotor layaknya politisi negeri ini. Label mahsiswa dengan idealisme yang tingg tidak lagi mereka hiraukan. Hanya segelintir orang yang masih menjunjung nilai nilai idealisme mahasiswa, namun mereka tak lebih dari kelompok kepentingan yang langsung tersingkir dari arena permainan. Jeleknya lagi sebagian banyak intelektual-intelektulal muda ini hanya tak mau ambil pusing dengan realita tersebut.

Hal ini tak ayal menjadi masalah kita bersama walaupun hanya segelintir orang yang merasakan kemunduran ini baik pratikal maupun substansial ini. Bukan saja kekritisan dan sikap ilmiah mahasiswa yang telah memudar, dorongan atau motivasi untuk membuat perubahan pun telah punah. Merubah hal yang tergolong kecil di antara komponen-komponen yang ada di negeri ini pun tidak bisa, bagaimana merubah suatu sistem yang lebih besar yang kita sebut dengan negara?

Bukan berarti gerakan perubahan tersebut itu tidak mungkin, tetapi belum ada yang benar-benar mengikatkan diri untuk memperbaiki sistem ada. Sekarang apakah kita sebagai pioneer-pioner muda pantas mendiamkan diri pada kondisi yang ada dan turut mengikuti arus yang tentunya kita ketahui hal ter sebut yang kita sebut dengan keesalahan.

Sebagai anggota kelompok dari bangsa yang besar ini, mestinya kita telah banyak memperoleh pengalaman dalam berbagai dinasti kepemimpinan di negeri ini. Berbagai figure pemimpin telah banyak kita nikmati dan rasakan baik kebaikannya maupun kejelekannya. Sudah sebagai kodrat manusia yang selalu memiliki dua sisi yang telah menjadi hukum alam ini.

Sebagai kelompok masyarakat yang berpendidikan dimana diharapkan menjadi agent of change di negeri kita yang tercinta ini, layakkah kita tidak pernah mengkritisi hal tersebut dan menganggap semua itu hanya proses tanpa ada suatu tindakan menyikapi ganjalan-ganjalan dan menganggap hal tersebut sebagai suatu sistem yang telah ada dan sulit atau bahkan tidak dapat diluruskan? dan menggap masalah itu bukan urusan ‘gue’?.

)* Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Publik 2007 Undip,

Anggota Administrator Muda Indonesia (AdMI)

->dipublikasikan di Buletin Sophis HMI FISIP-Undip Senin, 17 November 2008