Minggu, 07 Maret 2010

Mengutamakan Keadilan

Oleh: Itsnani Mardlotillah)*


Bola panas century terus bergulir di DPR yang siap menggilas sipa saja yang ada. Bola panas itu bisa bisa saja menggilas berbagai simbol negara karena skandal ini melibatkan mereka yang menjabat posisi vital di negeri ini.

Skandal bank milik Robert Tantular ini, mau tidak mau akan memakan korban. Dan menjadi keputusan pahit bagi SBY karena semua nama yang disebutkan fraksi-fraksi dalam pansus century, menuju pada pemakzulan atau pencopotan jabatan kaki tangannya di pemerintahan seperti Wapres Boediono, dan Menkeu Sri Mulyani.

Tarik menarik kepentingan parpol begitu terasa di ruang Pansus tiap kali sidang diadakan untuk memperoleh keterangan aktor-aktor yang bertanggung jawab atas kebijakan bail out bagi Bank Century sebesar Rp 6,7 Triliun. Sikap dan pertanyaan yang mereka tujukan kepada para saksi yang dihadirkan dalam pengusutan kasus ini kurang lebih membentuk citra pansus di mata masyarakat.

Koalisi yang melibatkan banyak parpol yang diprakarsai oleh partai Demokrat bisa jadi dapat menjadi momok SBY pada saat ini. Kabinet pelangi yang diciptakan melalui koalisi kebangsaan tersebut terancam kestabilannya dengan arus Century yang menyeret berbagai tokoh penting dalam kabinet SBY.

Sudah saatnya parpol membedakan mana urusan hukum dan mana urusan politik, walaupun hubungan keduanya amat dekat. Semua berhak berpendapat tanpa ada maksud membesar-besarkan atau bahkan mengkerdilkan salah satu pihak demi tegaknya keadilan di negeri ini. Koalisi parpol bukan seharusnya membungkam mulut parpol kecil mitra koalisi.

Bagaimana persoalan century tidak seharusnya ditanggapi sebagai sinyal perpecahan koalisi. Peselisihan dalam pansus century yang kemudian ditanggapi dengan isu resafel Kabinet Indonesia Bersatu jilid dua justru akan menyiratkan gejala ketidakdewasaan Demokrat dan SBY sehingga puggawa utama koalisi kebangsaan tersebut.

Diantara sembilan fraksi di pansus century hanya Golkar, PKS, Hanura, dan PDIP saja uang berani mengungkapkan nama-nama yang bermasalah dengan gamblang yang di antaranya Wapres Boediono, dan Menkeu Sri Mulyani. Sedangkan partai mitra koalisi lainnya seperti PPP, PAN, dan Gerindra tidak memberikan kejelasan siapa saja yang bertanggung jawab. Seperti takut dengan sesuatu mereka hanya menyebutkan nama instansi, inisial, jabatan, atau instansi yang bertanggung jawab. Kejadian seperti itu membuat peluang diusutnya kasus century di ranah hukum pun semakin abu-abu karena transaksi politik masih berperan besar dalam keputusan final pansus century.

Fraksi yang tidak mantap dalam mentukan sikap pun sangat disayangkan. Karena bagaimanapun sikap mereka yang tidak kooperatif semakin membingungkan publik dan membuat nasabah century semakin ketar-ketir akan kembalinya hak mereka yang telah terenggut century.

Keadilan

Bagaimanapun harapan rakyat untuk kasus century harus diusut sampai ke akar-akarnya. Pihak-pihak yang bertanggung jawab dikeluarkannya dana talangan Rp 6,7 Triliun kepada Bank Century harus segera diadili. Karena dengan uang tersebut telah membuat banyak hal seluruh nasabah Century menjadi terkatung-katung.

Ironisnya, DPR masih begitu canggung dengan isu pencopotan jabatan atau yang dikenal dengan pemakzulan. Jikalau itu satu-satunya solusi untuk menegakkan keadilan, mengapa tidak? Isu tersebut selalu berbenturan dengan kepentingan koalisi parpol. Sedangkan lebih dari 50 persen fraksi DPR adalah milik parpol koalisi kebangsaan yang diprakarsai oleh SBY.

Menyoal rencana pemakzulan, sebenarnya dapat diletakkan sebagai solusi. Karena niat baik pemakzulan diperuntukan bagi pembersihan pemerintahan dari cacat. Namun, sayangnya sudah ditanggapi sinis oleh SBY dengan dalih sulit melepaskan Sri Mulyani dan Boediono dan tidak adaya dasar hukum yang mengatur mengenai pemakzulan.

Fraksi PKB yang semakin merapat dengan Demokrat mengiasai 31,4 persen kusi DPR membuat rencana pemakzuan pejabat negara bermasalah diragukan terealisasi. Ditambah lagi sikap fraksi PPP, Gerindra, dan PAN yang belum menentukan sikap yang jelas. Sedangkan gabungan antara fraksi Golkar, PKS, Hanura, dan PDIP hanya mencapai 48, 93 peren porsi kursi DPR.

)* Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Publik

FISIP Undip


-->dipublikasikan di Harian Sore WAWASAN pada dari Selasa tanggal 02 Maret 2010