Rabu, 03 Februari 2010

ujuk rasa mahasiswa

Romantically Trapped! Relevankah?

Oleh: Itsnani Mardlotillah)*


berjuta kali turun aksi bagiku suatu langkah pasti” adalah penggalan bait lagu berjudul 'buruh tani' yang selalu didengungkan mahasiswa saat mereka sedang melakukan demonstrasi. Namun “langkah pasti” yang ada di kalimat tersebut yang mengandung pilihan yang bertanggung jawab kini dipertanyakan. Kini aksi yang dilakukan mahasiswa tidak lebih dari demontrasi dengan tujuan dan arah yang semakin memburam.

'Langkah pasti' seorang mahasiswa dalam memberikan suatu yang berfaedah bagi masyarakat adalah bentuk kontribusi sosial yang diharapkan masyarakat. Peliknya permasalahan masyarakat yang dihadapi bangsa ini sudah menjadi alasan yang cukup menanggapi pendapat tersebut.

Mahasiswa merupakan kelompok yang akrab dengan julukan 'inteletual muda'. Yaitu mereka yang selalu aktif dalam memngembangkan daya intelektual mereka dengan melakukan kontribusi positif terhadap masyarakat, lingkungannya, maupun ilmunya. Dan kesemuanya itu tertuang dalam tridarma perguran tinggi, yaitu panduan yang tidak dapat diabaikan oleh seluruh elemen dalam penyelenggaraan pendidikan di lingkungan kampus. Sedangakan mahasiswa sebagai salah satu roda penggerak pendidikan dalam level ini banyak mendapatkan sorotan terhadap kontribusi yang akan atau suadah mereka berikan terhadap bangsa ini.

Di berbagai negara termasuk Indonesia, mahasiswa atau kaum terpelajar selalu ambil bagaian dari sejarah bangsanya. Di Iran, para pelajar dan mahasiswa di sana dapat menggulingkan rezim pra Ahmadinajat, sedangakn di negeri sendiri mahasiswa pernah menjadi sorotan pasca penggulingan rezim orde baru yang berkuasa dalam tempo lebih dari 30 tahun. Ini menjadi bukti kekuatan mahasiswa denagn kempuan intelektualnya telah menjadi kelompok oposisi sekaligus penekan pemerintahan yang terbesar yang perlu diwaspadai pergerakannya.

Sedangkan unjuk rasa atau sering dikenal dengan demonstrasi memang merupakan salah satu bentuk pergerakan yang sangat kentara dan amat dekat dengan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya aksi inilah yang membentuk pandangan masyarakat terhadap mahasiswa masa kini maupun masa sebelumnya. Pandangan tersebut tidak sedikit menyebutkan bahwa mahsiswa kini asal ngomong tanpa solusi dan cenderung anarkis. Tentunya masyarakat beranggapan seperti itu bukan berarti tanpa alasan. Setidaknya hal ini seperti itulah yang kerap mereka lihat di media massa maupun mereka lihat secara langsung.

Mahasiswa yang namanya menanjak di jagat wacana publik memang mulai pada momen pasca reformasi 1998. Penumbangan rezim otoriter pada masa itu serta banyaknya mantan aktivis kampus yang masuk senayan membuat mata publik tertuju pada mahasiswa berserta dengan gerakan yang mereka lakukan. Tidak ayal ada yang berpandangan pantas atau tidak pantas.

Namun kondisi mahasiswa kini jauh berbeda dengan masa pra reformasi. Kampus sekarang jauh dari kesan idealis yang dulu menjadi ciri khas dari mahasiswa. Kini mahasiswa lebih asyik dengan dunia mereka masing-masing. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang mau turun ke bawah hanya demi kepentingan rakyat. Hanya keuntungan materi yang mereka kejar sekarang. Hal ini dapat diasumsikan akibat menanjaknya biasa pendidikan tinggi pasca pemberlakuan UU BHP di negeri ini.

Yang jelas pergerakan mahasiswa kini, tidak banyak berkembang dengan apa yang dilakukan pendahulunya di masa pra reformasi tersebut. Belum ada inovasi dan trobosan baru dalam merevitalisasi pergerakan mahasiswa masa kini. Mahasiswa masih terjebak dengan motif pergerakan mahasiswa yang pernah mereka dengar atau alumni mereka lakukan. Kenangan manis sekaligus heroik yang pernah dialamai mahasiswa pada tahun 1998 yang meruapakan momentum bersejarah masif-nya pergerakan mahasiswa saat itu, kini menjadi racun bagi pola pikir mahasiswa. Seakan-akan hanya itulah cara untuk menekan pemerintah.

Kini masih sering kita lihat banyak aksi seruapa yang terjadi dimana belum tentu masih relevan. Ini adalah fenomena yang saya sebut dengan Romantically Trapped. Feneomena dimana mahasiswa terjebak dengan pola pikir yang primitif dan 'bak seperti katak di dalam tempurung', mahasiswa merasa jauh dengan permasalahan nyata yang dialami masyarakat.

Pada akhirnya mahasiswa secara umum tidak membuat trobosan sosial movement yang relevan dengan masa kini. Mereka akan terus mendengungkan kenangan heroik mahasiswa masa lalu yang membuat mahasiswa hanya berdecak kagum tanpa melakukan tindakan apa-apa dan cenderung menjadi follower.

Kenyataan ironis di lingkungan yang saya temukan banyak mahasiwa tidak tahu apa yang meraka akan capai dengan mereka turun kelan berunjuk rasa. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang tidak memiliki tujuan yang senada dengan unjuk rasa yang mereka ikuti. Karena tidak sedikit dari mereka hanya ikut-ikutan temannya. Ini yang justru menodai tujuan aksi unjuk rasa itu sendiri.

Bagi saya sebagai mahasiswa, sosok mahasiswa yang sejati bukan mereka yang melihat sisi aksi atau kontribusi sosial berupa bentuk demo saja. Yaitu mereka yang mau terus tiada henti melakukan hal untuk negeri. Tidak menjadi follower akan akan tetapi mejadi inovator. Tidak lelah menuangkan gagasan dan hasil pemikiran berdasarkan kompetensi yang dimiliki melalui lisan, tulisan, maupun, aksi nyata.

Revitalisasi dan Rekonstruksi pergerakan adalah menjadi pekerjaan rumah bagi mahasiswa. Bukan berarti demontrasi menjadi hal yang tidak perlu. Karena people power juga kadang diperlukan. Akan tetapi perancanaan yang matang dengan kajian mendalam berkenaan dengan masalah yang akan dikritisi sangat diperlukan. Mengapa? Agar demontrasi yang dilakukan memiliki tujuan yang jelas dan tidak terkesa mahasiswa tidak tahu apa-apa dan asal ngomong saja.


)* Ketua Bidang KSIC HMI Komisariat FISIP Undip

Tidak ada komentar: