Fragmen I
Ketika hari nurani tertutup
Ketika senja berganti, tidak pernah diri terpartri pada suatu tujuan yang banyak didambakan setiap insan
Sewaktu diri ini merapuh,
Tak ada sutu tiang duniawi yang bisa aku gapai
Diri kian merapuh lunglai tak penuh gairah
Jika ada daya ini menggapai langit nan biru
Kan ku buat istana megah di sana
Bagi peraduan sanak saudaraku
Ketika pertanyaan itu tidak berhenti mengucur dari rongga mulutnya
Tak pernah ku renungi arti kerja dan keras
Dari ini kian melunglai tak tau mana yang akan digapai
Hanya suara-suara gaib membayangiku
Tak pernah, mengapa hati ini berbicara
Katup keduniaan telah memberangus kebeningan telaga nurani
Kesejukan kini telah hilang untuk selama yang tak terprediksi
Namun, ternyata ada suatu telaga di sana
Yang tetap memberikan kesejukanbagi setiap insan yang kian menghampa
Ketika hati ini mulai terbungkam
Bagaimana diri ini bisa terus berdiri dan mengatakan bahwa diri ini adalah manusia
Jikalau ada daya tangan ini untuk
Merengkuh katup hati ini yang semakin terus menhujam
Ketika hati dan nurani ini menyatu
Semakin jelas apa yang harus aku berikan pada mereka
Namun, jikalau semua hanya berakhir pada
Kerangka kemaksiatan, terhujamlah diri ini pada suatu sel bergerigi, tertutup, tak ada celah bagi insan ini untuk sekedar mencari kesejukan di dunia luar.
Fragmen II
Saat keadilan telah kabur dilihat mata
Sewaktu engkau mulai bergeming melihatnya
Ia tidak pantas memperdulikannya
Jikalau pagi ini hari baru bagiku, mengapa ia tak kunjung berikan aku cahaya keilahian...
Saat keadilan menjadi semu
Tak ada lagi yang peduli
Tak ada lagi yang peduli
Tak juga dia, mereka, kamu, aku...
Jika berani adanya kebebasan itu
Mengapa diri ini selalu penat terjerat kejenuhan duniawai
Kerang di samudra masih bangga dengan kekuatan cangkangnya
Namun hati insan tak mungkin dapat jadi kebanggaan bagi insan sebagai manusia
Manusia fatamorgana
Ia sedang mendambakan suatu kebenaran di tengah padang ilalang yang gersang
Jika ada setitik awan di sana
Mengapa tak kunjung ia turunkan demi kesejukan di setiap helai tubuh ini
Kuning menguning saat diri ini ada di atas bumi segera aku melangkah dengan tangan pendekku ini
Namun dalam hidup selalu ada irama yang menyelaraskan
Tapi rahasia tetaplah sebagai rahasia
Ada kidung yang selalu gadis itu dedangkan
Polos seputih kertas yang baru di cetak
Sejuk tanpa ada ambisi kebinatangan
Kian jelas siapakah diriku saat ini
Jika aku bertanya padanya
Anggukan manis selalu kucoba merangkainya
Namun, mengapa hanya kebuntuan semata yang kadang di dapatnya
Tak seorang peduli dengan keadaaan ini
Tak seorangpun menambatkan perhatiannya pada diri ini
Hari ini
Buku-buku kebohongan itu masih teronggok di sana
Jika dari ini bukan pujangga mengapa kubiarkan
Pena ini terus menunjukan kebolehannya dalam pertautan gelaran putih kehidupan
Penuh dengan ambisi, namun mengapa mata ini selalu semu dalam mendambanya
Tujuan hidup ini hanyalah sebuah fatamorgana
Dengan diri yang kian jelas merengkung diri ini
Keluar dari sel kehidupan yang kian menghitam
Kini jiwa kian terjerat dalam alunan lembut musik syaitan
Telah banyak jiwa yang telah terperdaya olehnya
Sujud ilahi pun tak kunjung memberikan hasil berupa bersihnya hati dan kalbu ini
T’lah kucoba ku gerakan penaku searah dengan detak jantungku
T’lah kucoba semua arah tangan ini kepada adanya sebuah tujuan
Sepi belakang duka, selalu membelenggu
Kini cahaya ilahi samar-samar di pelupuk mataku
Bergejolak seakan mencoba membangunkan dalam tidurku yang panjang
Walau usahanya begitu kuat menyapa pintu nafsu baja, tetap sulit ditembusnya
Saat terang terbecik dalam kekelaman hati ini, tak pernah terlintas pada diri mengapa hati semakin lama semakin membeku
Ada sebuah pisau tajam sedang dipegang penyihir jahat disana
Seakan mengajakku kembali pada jurang kesunyian dan kenistaan dalam sebuah fragmen kehidupan
Ada malaikat yang masih kulihat terus mendendangkan lantunan sajak indahnya
Mulutnya mencoba memberikan pengertian tentang arti sebuah kehidupan dan keberpendirian
Namun, apalah artinya sehingga dan ketika hati ini sudah tidak pernah menerima suguhan yang terus ia berikan kepadaku
Ketika penaku mulai bergejolak mencari hasrat yang kian hari kian mencari
Tujuan keberadaan yang ada disamping di diri ini
Gejolak itu amat besar lebih besar dari sebelumnya
Seakan ia tak pernah lelah memperdayaku dalam bingkai dunia ini
Saat-saat kebohongan dan kemunafikan terus meraja dalam hidup ini, kapanlah cahaya kehidupan ini akan menembus pada lembah belantara kehidupan yang kian dihiasai oleh sihir iblis yang kejam
Hipnotis kotor, atau suci sedang ia berikan padaku
Tak dapat memilih memilah jikalu andai diri ini ada di tengahnya
Mesin itu selalu memberikan kebohongan-kebohongan yang nista
Kebohongan yang tidak pernah ingin aku dengar
Lalu, manakah tempat seharusnya aku berpijak dalam dunia ini
Keinginan jikalu semua itu suci di depanku
Akan terus aku berjuang
Seakan tak akan pernah peduli hijab-hijab dalam diri ini
Kebebasan apa ini?! mengapa semua tak pernah aku temukan
Pada akhirnya kuncup bunga bakung itu terus merekah di tengah gersangnya padang pasir nan kering
Indah atau nistanya tak pernah ia pedulikan
Karena itulah tujuan mengapa ia diciptakan di dunia ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar